Pemanfaatan Teknologi VMS: Solusi Pengawasan Laut atau Beban Baru Nelayan?

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong pemanfaatan Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) demi mewujudkan pengelolaan sumber daya laut yang transparan dan berkelanjutan. Meski teknologi ini menjanjikan berbagai manfaat, pro dan kontra tetap muncul di kalangan nelayan, khususnya kelompok nelayan tradisional.

“Pemasangan VMS adalah bagian dari transformasi pengawasan laut yang lebih modern dan transparan. Ini penting untuk melindungi sumber daya perikanan kita dari praktik ilegal.”
— Sakti Wahyu Trenggono, Menteri Kelautan dan Perikanan

Manfaat VMS Bagi Keamanan dan Transparansi

Pemasangan VMS pada kapal perikanan memungkinkan posisi kapal termonitor secara real-time. Ini sangat penting dalam situasi darurat, seperti cuaca buruk atau kecelakaan di laut. Selain itu, VMS juga membantu mencegah praktik penangkapan ikan ilegal (illegal fishing), mendukung penegakan hukum, serta menjadi syarat penting dalam rantai ekspor produk perikanan ke luar negeri.

Tantangan dan Kekhawatiran Nelayan

Namun, tak sedikit nelayan yang merasa terbebani dengan kebijakan ini. Biaya pemasangan, perawatan, dan langganan data menjadi kendala utama, terutama bagi nelayan kecil. Selain itu, kurangnya sosialisasi serta kekhawatiran terhadap penyalahgunaan data lokasi kapal menambah ketidakpercayaan terhadap sistem ini.

“Kami merasa terbebani dengan kewajiban memasang VMS, terutama karena biaya dan kurangnya sosialisasi.”
— Nelayan di Parepare

Beberapa nelayan juga mengeluhkan gangguan sinyal di wilayah laut tertentu, yang menyebabkan VMS tidak berfungsi optimal.

Perlu Pendekatan yang Inklusif

Keberhasilan implementasi VMS sangat bergantung pada pendekatan yang digunakan pemerintah. Pendampingan, subsidi alat, pelatihan, serta perlindungan data nelayan harus menjadi bagian dari kebijakan yang diterapkan. Teknologi seharusnya menjadi alat bantu, bukan beban tambahan bagi masyarakat pesisir.

Penolakan dari Berbagai Daerah

  1. Nelayan Muara Angke, Jakarta Utara
    Puluhan nelayan dari Gerakan Bangkit Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) melakukan unjuk rasa di Dermaga T Pelabuhan Muara Angke pada 13 April 2025. Mereka menyampaikan keberatan atas kewajiban pemasangan VMS yang diperkirakan mencapai Rp17 juta per unit.
    📎 Sumber: antaranews.com
  2. Nelayan Lombok Timur, NTB
    Puluhan nelayan dari Forum Nelayan Lombok Timur (Fornel) melakukan mogok melaut sebagai bentuk protes terhadap kebijakan VMS. Mereka menilai kebijakan tersebut tidak memberikan manfaat langsung dan hanya menjadi beban tambahan.
    📎 Sumber: detik.com
  3. Nelayan Cilacap, Jawa Tengah
    Solidaritas Nelayan Indonesia (SNI) Cilacap menyatakan penolakan terhadap program VMS. Mereka menilai program tersebut lebih menguntungkan industri besar dibanding nelayan kecil yang masih bertahan secara tradisional.
    📎 Sumber: timesindonesia.co.id
  4. Nelayan Sorong, Papua Barat Daya
    Nelayan Sorong melakukan aksi demonstrasi di kantor KKP setempat. Mereka meminta kebijakan VMS dikaji ulang karena merasa belum ada kejelasan mengenai manfaat yang diterima oleh nelayan secara langsung.
    📎 Sumber: sorongraya.inews.id
  5. Nelayan Kendari, Sulawesi Tenggara
    Ratusan nelayan menolak kebijakan pemasangan alat VMS di kapal mereka. Biaya antara Rp13 juta hingga Rp17 juta dinilai sangat memberatkan bagi mereka yang mengandalkan hasil laut untuk kehidupan sehari-hari.
    📎 Sumber: inews.id

Bagaimana Cara Kerja VMS
(ada di halaman 2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *